[ Beranda - Galeri - Facebook - E-mail - Pimpinan - Mars & Lagu - Banner - Berkontribusi ]

Monday, August 08, 2005

Tafsir Al- Quran Kontemporer (Aam Amiruddin)

Tafsir Al- Quran Kontemporer (Aam Amiruddin)

Al MAA’UUN 1-7

Tahukah Kamu, orang yang mengingkari agama?

Itulah orang yang menghardik anak yatim

Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin

Maka kecelakaanlah untuk orang-orang yang shalat

(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya

orang-orang yang berbuat riya

dan enggan menolong dengan barang yang berguna.

Ada dua macam bentuk pengingkaran, yaitu pengingkaran lahiriah dan batiniah. Misalnya saat kita diperintahkan untuk sholat dan kita tidak melaksanakannya maka pengingkaran yang kita lakukan adalah lahiriyah dan batiniayah ketika ketika kita sholat tapi tidak diniatkan karena Allah, bentuk pengingkaran yang kita lakukan adalah batiniah. Salah satu sikap pengingkaran terhadap agama yang tercermin dalam surat Al maaun adalah menghardik anak yatim.

Sabda Rasulullah ” Saya dan orang yang merawat anak yatim dengan baik akan berada di syurga bagaikan dekatnya jari telunjuk dan jari tengah (H.R Muslim).

Apabila kita tidak memiliki kepedulian untuk merawat, mencintai, memuliakan dan mendidik anak yatim, bahkan menghardik dan menistakannya Allah swt mengklasifikasikan kita sebagai orang-orang yang mengingkari hari pembalasan. Bahwa keberagamaan seseorang seharusnya tidak hanya dilihat dari aspek ritual formal semata seperti shaum dan sholat, tetapi harus diimplementasikan dalam tataran kehidupan sosial. Salah satu implementasinya adalah ikut memperhatiakan nasib anak-anak yatim.

Selain itu, orang yang tidak memperhatikan orang miskin pun dianggap sebagi orang yang mengingkari hari pembalasan. Ustadz M Quraish Shihab dalam Tafsir Al-quran Al karim menyatakan paling tidak ada 2 hal yang patut disimak dalam ayat 3 surat ini. Pertama ayat tersebut tidak berbicara tentang kewajiban ”memberi makan” orang miskin, tapi berbicara ”menganjurkan memberi makan”. Itu berarti mereka yang tidak memiliki kelebihan apapun dituntut pula untuk berperan sebagai ”penganjur pemberi makanan terhadap orang miskin” atau dengan kata lain, kalau tidak mampu secara langsung, minimal kita menganjurkan orang-orang yang mampu untuk memperhatikan nasib mereka. Peran ini sebenarnya bisa dilakukan oleh siapapun, selama mereka bisa merasakan penderitaan orang lain. Ini berarti pula mengundang setiap orang untuk ikut merasakan penderitaan dan kebutuhan orang lain, walaupun dia sendiri tidak mampu mengulurkan bantuan materiil kepada mereka.

Abu Hurairah r.a berkata, Rasulullah bersabda ”Siapa yang menolong kesusahan seorang muslim dari kesusahan-kesusahan dunia, pasti Allah akan menolongnya dari kesusahan-kesusahan akhirat. Siapa yang meringankan beban orang-orang yang susah, niscaya Allah akan meringankan bebannya di dunia dan di akhirat. Siapa yang menutup aib orang muslim, niscaya Allah akan tutup aibnya di dunia dan di akhirat. Allah akan senantiasa menolong hambanya selama hamba itu suka menolong orang lain (H. R Bukhari)”

No comments: