Jingga sore itu saya habiskan disudut kabupaten Bogor, di garis batas menuju
tangerang…..
Laki-laki itu kutaksir berkepala tujuh usianya. Gubuk reyotnya hanya
bersekat dua, ruang luas yang merangkap tempat tidur dan ruang tamu, serta
ruang bersisi seperangkat alat dapur..dapur kukiran ruangan itu namanya
meski jauh dari apa yang kuimajikan tentang dapur dalam sebuah rumah.
Dibelakang gubuk reyotnya menjajar lebih dari 5 baris cage baterei ayam
petelur dari dara (mulai bertelur) hingga yang sudah ’berpengalaman
beretelur’. Warna jenggernya yang merona merah kutaksir masuk clutch cycle
kedua...dan bapa tua itu pasti puluhan kali menangai ayam dalam siklus
berapa kali pun......sekitar 400 ekor ayamnya kutaksir, sisi barat tampak
lebih ’sumringah’ karena rasanya kandangnya salah arah sehingga sisi kiri
terkesan kusam kurang cahaya.....
Sembari menunggu beduk maghrib, kami duduk di kursi kayu panjang di depan
gubuk di bawah serumpun pohon bambu. Ketika kecil konon dibawah pokok rumpun
pohon bambu adalah tempat ’aduhai’ untuk para dedemit. Maka, jujur saja saya
yang dasar penakut galau hatinya saat ngobrol terus dibawah rumpun bambu
tersebut. tapi ada satu topik obrolan yang membuat kegalauan itu
tersingkir..saat bapa tua itu memaparkan sedikit perjalanan hidupnya pada
kami...
Ada sorot mendalam ketika bapak tua ’memuntahkan’ memorinya satu demi satu
dalam rentang puluhan tahun silam. Konon peternakannya dia rintis sejak
tahun 70 an lampu. Jangka waktu panjang kupikir. Dalam dalam jangka pendek
saat itu kesuksesan demi kesuksesan teraih oleh beliau. Mobil barangkali
bukan lagi barang mahal bagi si bapak, kerana saat itu konsep bimas bagi
peternak rakyat yang digalang oleh Soeharto begitu melejitkan agribisnis
perunggasan. Dan saya ingat, betapa berambisinya saat itu pemerintah
mengejar ketertinggalan konsumsi protein hewani kita dengan malaysia,
sehingga mempush hampir semua sektor pangan. Dan saat itu unggas masih jadi
primadona yang memeliki spektrum ekonomi lebih luas. Ada kaitan logika dan
ilmiah yang akhirnya saya dapat dari cerita tersebut.
Konon peternakannya mencapai hampir 15.000 ekor kala itu. Saya berfikir,jika
tahun 80-an saja jumlah ternaknya mencapai angka itu, sungguh luar biasa,
karena saat itu pemerintah membatasi peternakan unggas pada pada barier
populasi 15.000 ekor untuk mencegah hancurnya peternak rakyat. Luar biasa
sekali bapa tua ini.
Akan tetapi, musibah kemudian menerpa tahun 1998 ketika krisis moneter
menerpa. Pakan menjadi barang mewah yang membuat banyak peternak kecil
kelimpungan. Konon sang bapa tidak terlalu bermasalah dengan harga, karena
sat itu omsetnya sudah miliaran rupiah. Yang jadi masalah saat itu adalah
kelangkaan pakan. Dan anda tahu kelangkaan itu karena apa ?? MAHASISWA !!!
Jujur saya terkejut mendengar penuturan beliau. Ketika minta dijelaskan,
dengan agak tersendat beliau menjelaskan bahwa bohong jika berita saat itu
menyatakan bahwa kesulitan impor karena krisi ekonomi. Yang terjadi adalah
TIDAK ADA SATU IMPORTIR ATAU TOKO PAKAN YANG BERANI MEMBUKA USAHANYA KARENA
TAKUT DIJARAH DAN DIRUSAK. Dan semua itu konon, karena ULAH MAHASISWA YANG
MENIUPKAN ISU REFORMASI !!! barangkali dalam bahasa lain, bapak itu ingin
berkata :REFORMASI YANG BIKIN MASALAH !!!
Dan akibat itu, usahanya mulai rontok..dari skala 100.000 an ekor ayam drop
menjadi hanya ribuan ekor (sekitar 4000 ekor)......semua hartanya ludes
untuk menebus banyak ruginya. hampir dia putus asa. Ketika semangatnya mulai
bangkit kembali, wabah flu burung menerpa...dan usahanya drop kembali hingga
hanya sekitar 1000 ekor itu,..dan sedikit demi sedikit dia jual karena pada
skala itu setahu saya keuntungannya tidak seberapa...jadilah kini saya hanya
melihat sekitar 400 ekor saja di kandang belakangnya.
Saya diam untuk sesaat...pikiran saya menerjang memori dan kenangan turun2
kejalan dengan jaket biru kebanggaanku....mengusung idealisme....meniupkan
bahasa2 reformasi.....
Ternyata..dari gunung sindur saya makin percaya...REFORMASI BERMAKNA LAIN DI
TENGAH MASYARAKAT......jadi selama ini apa yang kami perjuangkan !??
Benar bahwa kesadaran akan kebenaran selalu datang terlambat...dan kesadaran
itu makin menguatkan saya petang itu...
Ketika seorang sahabat menegur saya bahwa jalan yang saya ambil salah karena
bahasa reformasi bukan solusi yang populis dan mendasar bagi sistem negara
ini. Saya acuh saja.......dan subhanallah...cahaya itu datang dari sudut
kota kecil di Gunung Sindur...ya Rabb..kuatkan perjuangan ini....
........................
......................
Mobil bak yang kami tunggu akhirnya datang mendekati gubuk pa tua itu.
Setelah sholat maghrib, kami pun pamit dengan membawa hampir 100 ekor ayam
ke kampus kami.....mohon maaf pa, bukan kami ingin membuat bapak tambah
bangkrut...tapi kami beli ini karena kami butuh buat penelitian.......dan
saya janji untuk menyampaikan pesan bapak pada mahasiswa pengusung
idealisme.....
Allahu Rabbi...beri kami petunjuk untuk memilih jalanMu
Allahu Rabbi...beri kami kekuatan untuk bisa mengikuti jalanMU
Allahu Rabbi...beri kami KEBERANIAN untuk menolak jalan selain jalanMu
.........................................
....................................
Wallahu a’lam bi shawab
CAHYO BUDIMAN
[ Beranda - Galeri - Facebook - E-mail - Pimpinan - Mars & Lagu - Banner - Berkontribusi ]
Sunday, June 05, 2005
Jingga sore itu,.... di garis batas menuju tangerang…
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment